Sabtu, 14 Oktober 2017

Suap Opini WTP oleh Auditor BPK

Kasus Suap Opini WTP untuk Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Etika Profesi Akuntansi merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Maka dari itu seorang Akuntan yang terlatih dan memiliki pengetahuan khusus haruslah teliti dan mempunyai sifat jujur dalam menyusun laporan keuangan yang akan digunakan oleh instansi, perusahaan, ataupun milik perseorangan.

Contoh kasus penyimpangan profesi akuntansi yang terjadi di Indonesia adalah kasus Suap Opini WTP untuk Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Rochmadi Saptogiri (auditor utama BPK), Ali Sadli (auditor BPK), Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes), dan Sugito (Irjen Kemendes) ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK perihal kasus suap opini WTP. Para saksi yang dipanggil yaitu Andi Bonanganom (Auditor BPK), Sri Rahaju Pantjaningrum (PNS BPK), dan Fitriyadi (Kasubtim 2). Sebelumnya Andi Bonanganom dan Fitriyadi pernah diperiksa oleh KPK perihal informasi tentang tersangka Irjen Kemendes PDTT Sugito.

Rochmadi diduga menjadi penerima suap lewat Ali Sadli sebagai perantara penerima.Sedangkan pemberian uang dari Sugito diduga diberikan melalui Jarot Budi yang merupakan bawahan Sugito. KPK menyebutkan commitment fee terkait pemberian WTP BPK terhadap laporan keuangan Kemendes ialah sebesar Rp.240 juta, dengan Rp.200 juta sebelumnya diberikan pada awal Mei.

Bagi Organisasi Publik sepertihalnya Pemerintah  Laporan Keuangan diperlakukan sebagai sarana untuk akuntabilitas disamping bermanfaat untuk proses pengambilan keputusan oleh penggunanya. Akuntabilitas berarti pemerintah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan amanah yang diembannya. Dalam kasus ini, opini WTP yang diberikan oleh para tersangka tidak sesuai dengan Laporan yang telah diperiksa oleh KPK untuk proses PDTT yang sedang berjalan.

Dalam perjalanan sejarah bangsa, kewajiban dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintahan secara eksplisit (gamblang) baru dinyatakan dalam UU no.17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara. UU tersebut merupakan upaya dari Departemen Keuangan untuk mereformasi bidang keuangan Negara. Sebelumnya keuangan Negara masih berdasarkan peraturan zaman Belanda (ICW) tahun 1925. Dengan demikian proses tertib pengelolaan keuangan Negara yang benar masih dalam pembelajaran. Jadi segala sesuatunya masih berdasarkan kejujuran dan ketelitian dari Badan Pemeriksa yang bertugas untuk memeriksa Laporan Keuangan dari Badan Pemerintahan. Akan lebih baik jika sistem keuangan Negara lebih diperhatikan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan dan diperbaharui menjadi sistem yang lebih baik, efektif, dan efisien. Supaya penyalahgunaan profesi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab bisa diminimalisir sebanyak mungkin.









Referensi: