Kasus
Suap Opini WTP untuk Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Etika
Profesi Akuntansi merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan
baik dan buruk terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Maka dari itu seorang Akuntan
yang terlatih dan memiliki pengetahuan khusus haruslah teliti dan mempunyai
sifat jujur dalam menyusun laporan keuangan yang akan digunakan oleh instansi,
perusahaan, ataupun milik perseorangan.
Contoh kasus penyimpangan profesi akuntansi yang terjadi di
Indonesia adalah kasus Suap Opini WTP
untuk Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Rochmadi
Saptogiri (auditor utama BPK), Ali Sadli (auditor BPK), Jarot Budi Prabowo
(pejabat Eselon III Kemendes), dan Sugito (Irjen Kemendes) ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK perihal kasus suap opini WTP. Para saksi yang dipanggil
yaitu Andi Bonanganom (Auditor BPK), Sri Rahaju Pantjaningrum (PNS BPK), dan
Fitriyadi (Kasubtim 2). Sebelumnya Andi Bonanganom dan Fitriyadi pernah
diperiksa oleh KPK perihal informasi tentang tersangka Irjen Kemendes PDTT
Sugito.
Rochmadi diduga menjadi penerima suap lewat Ali Sadli
sebagai perantara penerima.Sedangkan pemberian uang dari Sugito diduga
diberikan melalui Jarot Budi yang merupakan bawahan Sugito. KPK menyebutkan
commitment fee terkait pemberian WTP BPK terhadap laporan keuangan Kemendes
ialah sebesar Rp.240 juta, dengan Rp.200 juta sebelumnya diberikan pada awal
Mei.
Bagi Organisasi Publik sepertihalnya Pemerintah Laporan Keuangan diperlakukan sebagai sarana
untuk akuntabilitas disamping bermanfaat untuk proses pengambilan keputusan
oleh penggunanya. Akuntabilitas berarti pemerintah mampu menjawab semua
pertanyaan yang berkaitan dengan amanah yang diembannya. Dalam kasus ini, opini
WTP yang diberikan oleh para tersangka tidak sesuai dengan Laporan yang telah
diperiksa oleh KPK untuk proses PDTT yang sedang berjalan.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, kewajiban dalam menyusun
Laporan Keuangan Pemerintahan secara eksplisit (gamblang) baru dinyatakan dalam
UU no.17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara. UU tersebut merupakan upaya dari
Departemen Keuangan untuk mereformasi bidang keuangan Negara. Sebelumnya
keuangan Negara masih berdasarkan peraturan zaman Belanda (ICW) tahun 1925.
Dengan demikian proses tertib pengelolaan keuangan Negara yang benar masih
dalam pembelajaran. Jadi segala sesuatunya masih berdasarkan kejujuran dan
ketelitian dari Badan Pemeriksa yang bertugas untuk memeriksa Laporan Keuangan
dari Badan Pemerintahan. Akan lebih baik jika sistem keuangan Negara lebih diperhatikan
oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan dan diperbaharui menjadi sistem yang
lebih baik, efektif, dan efisien. Supaya penyalahgunaan profesi oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab bisa diminimalisir sebanyak mungkin.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar